Tuan Ketua,
Para Yang Mulia,
Para Utusan dan Wakil yang terhormat,
Hari
ini, dalam mengucapkan pidato kepada Sidang Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa, saya merasa tertekan oleh suatu rasa tanggung-jawab yang
besar. Saya merasa rendah hati berbicara dihadapan rapat agung daripada
negarawan-negarawan yang bijaksana dan berpengalaman dari timur dan
barat, dari utara dan dari selatan, dari bangsa-bangsa tua dan dari
bangsa-bangsa muda dan dari bangsa-bangsa yang baru bangkit kembali dari
tidur yang lama.
Saya telah memanjatkan doa kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa agar lidah saya dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk
menyatakan perasaan hati saya, dan saya juga telah berdoa agar kata-kata
ini akan bergema dalam hati sanubari mereka yang mendengarnya.
Saya
merasa gembira sekali dapat mengucapkan selamat kepada Tuan Ketua atas
pengangkatannya dalam jabatannya yang tinggi dan konstruktif. Saya juga
merasa gembira sekali untuk menyampaikan atas nama bangsa saya ucapkan
selamat datang yang sangat mesra kepada keenambelas Anggota baru dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kitab Suci
Islam mengamanatkan sesuatu kepada kita pada saat ini. Quran berkata:
"Hai, sekalian manusia, sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sekalian
dari seorang lelaki dan seorang perempuan, sehingga kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu sekalian kenal-mengenal satu
sama lain. Bahwasanya yang lebih mulia di antara kamu sekalian, ialah
yang lebih taqwa kepadaKu".
Dan juga Kitab Injil agama Nasrani
beramanat pada kita. "Segala kemuliaan bagi Allah di tempat yang
Mahatinggi, dan sejahtera di atas bumi di antara orang yang
diperkenanNya".
Saya sungguh-sungguh merasa sangat terharu
melepaskan pandangan saya atas Majelis ini. Di sinilah buktinya akan
kebenaran perjuangan yang berjalan bergenerasi. Di sinilah buktinya,
bahwa pengorbanan dan penderitaan telah mencapai tujuannya. Di sinilah
buktinya, bahwa keadilan mulai berlaku, dan bahwa beberapa kejahatan
besar sudah dapat disingkirkan.
Selanjutnya, sambil melepaskan
pandangan saya kepada Majelis ini, hati saya diliputi dengan suatu
kegirangan yang besar dan hebat. Dengan jelas tampak di mata saya
menyingsingnya suatu hari yang baru, dan bahwa matahari kemerdekaan dan
emansipasi, matahari yang sudah lama kita impikan, sudah terbit di Asia
dan Afrika.
Sekarang, hari ini, saja berbicara dihadapan para
pemimpin bangsa-bangsa dan para pembangun bangsa-bangsa. Namun, secara
tidak langsung, saya juga berbicara kepada mereka yang Tuan-tuan wakili,
kepada mereka yang telah mengutus Tuan-tuan kemari, kepada mereka yang
telah mempercayakan hari depan mereka di tangan Tuan-tuan. Saya sangat
menginginkan agar kata-kata saya akan bergema juga didalam hati mereka
itu, di dalam hati nurani ummat manusia, di dalam hati besar yang telah
mencetuskan demikian banyak teriakan kegembiraan, demikian banyak
jeritan penderitaan dan putus-harapan, dan demikian banyak cinta-kasih
dan tawa.
Hari ini presiden Soekarno-lah yang berbicara dihadapan
tuan-tuan. Namun lebih dari itu, ia adalah seorang manusia, Soekarno,
seorang Indonesia, seorang suami, seorang Bapak, seorang anggota
keluarga ummat manusia. Saya berbicara kepada Tuan-tuan atas nama rakyat
saya, mereka yang 92 juta banyaknya di suatu nusantara yang jauh dan
luas, 92 juta jiwa yang telah mengalami hidup penuh dengan perjuangan
dan pengorbanan, 92 juta jiwa yang telah membangun suatu Negara diatas
reruntuhan suatu Imperium.
Mereka itu, dan rakyat Asia dan
Afrika, rakyat-rakyat benua Amerika dan benua Eropa serta rakyat benua
Australia, sedang memperhatikan dan mendengarkan serta mengharap-harap.
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini bagi mereka merupakan suatu
harapan akan masa-depan dan suatu kemungkinan-baik bagi zaman sekarang
ini.
Keputusan untuk menghadiri Sidang Majelis Umum ini bukanlah
merupakan suatu keputusan yang mudah bagi saya. Bangsa saya sendiri
menghadapi banyak masalah, sedangkan waktu untuk memecahkan
masalah-masalah itu selalu sangat terbatas. Akan tetapi sidang ini
mungkin merupakan sidang Majelis yang terpenting yang pernah
dilangsungkan dan kita semuanya mempunyai suatu tanggung-jawab kepada
dunia seluruhnya di samping kepada bangsa-bangsa kita masing-masing.
Tak
seorangpun di antara kita dapat menghindari tanggungjawab itu, dan
pasti tak seorangpun ingin menghindarinya. Saya sangat yakin bahwa
pemimpin-pemimpin dari negara-negara yang lebih muda dan negara-negara
yang lahir kembali dapat memberikan sumbangannya yang sangat positif
untuk memecahkan demikian banyak masalah-masalah yang dihadapi
Organisasi ini dan dunia pada umumnya. Memang, saya percaya bahwa orang
akan mengatakan sekali lagi bahwa: "Dunia yang baru itu diminta untu
memperbaiki keseimbangan dunia yang lama".
Jelaslah bahwa pada
dewasa ini segala masalah dunia kita saling berhubungan. Kolonialisme
mempunyai hubungan dengan keamanan; keamanan mempunyai hubungan dengan
persoalan perdamaian dan perlucutan senjata; perlucutan senjata
berhubungan dengan perkembangan secara damai dari negara-negara yang
belum maju. Yah, segala itu saling bersangkut-paut. Jika kita pada
akhirnya berhasil memecahkan satu masalah, maka terbukalah jalan untuk
penyelesaian masalah-masalah lainnya. Jika kita berhasil memecahkan
misalnya masalah perlucutan senjata, maka akan tersedialah dana-dana
yang diperlukan untuk membantu bangsa-bangsa yang sangat memerlukan
bantuan itu.
Akan tetapi, yang sangat diperlukan ialah bahwa
masalah-masalah semuanya itu harus dipecahkan dengan penggunaan
prinsip-prinsip yang telah disetujui. Setiap usaha untuk memecahkannya
dengan mempergunakan kekerasan, atau dengan ancaman kekerasan, atau
dengan pemilikan kekuasaan, tentu akan gagal bahkan akan mengakibatkan
masalah-masalah yang lebih buruk lagi. Dengan singkat, prinsip yang
harus diikuti ialah prinsip persamaan kedaulatan bagi semua bangsa, hal
mana tentunya tidak lain dan tidak bukan, merupakan penggunaan hak-hak
azasi manusia. dan hak-hak azasi nasional. Bagi semua bangsa-bangsa
harus ada: satu dasar, dan semua bangsa harus menerima dasar itu, demi
perlindungan dirinya dan demi keselamatan ummat manusia.
Bila
saya boleh mengatakannya, kami dari Indonesia menaruh perhatian yang
khusus sekali atas Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami mempunyai keinginan
yang sangat khusus agar Organisasi ini berkembang dan berhasil baik.
Karena tindakan-tindakannya, perjuangan untuk kemerdekaan dan kehidupan
nasional kami sendiri telah dipersingkat. Dengan berkepercayaan penuh
saya mengatakan, bahwa perjuangan kami, bagaimanapun juga, akan berhasil
baik, namun tindakan-tindakan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu telah
mempersingkat perjuangan dan telah mencegah banyak pengorbanan dan
penderitaan serta kehancuran, baik dipihak kami maupun di pihak
lawan-lawan kami.
Apakah sebabnya saya percaya, bahwa perjuangan
kami akan berhasil baik, dengan atau tanpa kegiatan Perserikatan
Bangsa-Bangsa? Saya yakin akan hal itu kerena dua sebab. Pertama, saya
mengenal rakyat saya; saya mengetahui kehausan mereka yang tiada
terhingga akan kemerdekaan nasional, dan saya mengetahui akan tekadnya.
Kedua, saya yakin akan hal itu karena jalannya sejarah.
Kita
semua, di manapun didunia ini, hidup di zaman pembangunan bangsa-bangsa
dan runtuhnya imperium-imperium, Inilah zaman bangkitnya bangsa-bangsa
dan bergejolaknya nasionalisme. Menutup mata akan kenyataan ini adalah
membuta terhadap sejarah, tidak mengindahkan takdir dan menolak
kenyataan. Sekali lagi saya katakan, kita hidup di zaman pembangunan
bangsa-bangsa.
Proses ini tidak dapat dielakkan dan merupakan
sesuatu yang pasti; kadang-kadang lambat dan tidak dapat dielakkan,
bagaikan lahar menurun lereng sebuah gunung-api di Indonesia;
kadang-kadang cepat dan tidak terelakkan, bagaikan dobrakan air bah dari
balik sebuah bendungan yang dibangun tidak sempurna. Lambat dan tak
terelakkan, atau cepat dan tak terelakkan, kemenangan perjuangan
nasional adalah suatu kepastian.
Bila perjalanan menuju kebebasan
itu sudah selesai di seluruh dunia, maka dunia kita akan menjadi suatu
tempat yang lebih baik; akan merupakan suatu tempat yang lebih bersih
dan jauh lebih sehat. Kita tidak boleh berhenti berjuang pada saat ini,
manakala kemenangan telah menampakkan diri, sebaliknya kita harus
melipatgandakan usaha kita. Kita telah berjanji kepada masa depan dan
itu harus dipenuhi. Dalam hal ini kita tidak hanya berjuang untuk
kepentingan kita sendiri, melainkan kita berjuang untuk kepentingan umat
manusia seluruhnya, ya, perjuangan kita bahkan untuk kepentingan mereka
yang kita tentang.
Lima tahun yang lalu, dua puluh sembilan
bangsa-bangsa Asia dan Afrika telah mengirimkan utusannya ke kota
Bandung Indonesia. Dua puluh sembilan bangsa Asia dan Afrika. Kini,
berapakah jumlah bangsa yang merdeka di sana? Saya tidak akan
menghitungnya, tetapi silahkan melihat di sekeliling Majelis ini
sekarang! Dan katakanlah apakah saya benar, bila saya berkata bahwa
kinilah saatnya pembangunan bangsa, dan saat bangkitnya bangsa-bangsa.
Kemarin Asia, dan itu merupakan suatu proses yang belum selesai. Kini
Afrika, itupun merupakan suatu proses ya, belum selesai.
Lagi
pula, belum semua bangsa-bangsa Asia dan Afrika diwakili di sini.
Organisasi bangsa-bangsa ini telah dilemahkan selama masih menolak
perwakilan satu bangsa, dan teristimewa suatu bangsa yang tua dan
bijaksana serta kuat.
Saya maksudkan Tiongkok. Saya maksudkan
yang sering disebut Tiongkok Komunis, yang bagi kami adalah satu-satunya
Tiongkok yang sebenarnya. Organisasi bangsa-bangsa ini sangat
dilemahkan justru karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di
dunia.
Setiap tahun kami menyokong diterimanya Tiongkok ke dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai anggota. Kami akan terus
melakukannya. Kami tidak memberikan sokongan itu semata mata karena kami
mempunyai hubungan baik dengan negara tersebut. Dan pasti sokongan itu
tidak kami berikan karena sesuatu alasan partisan. Tidak, pendirian kami
mengenai persoalan ini di bimbing oleh realisme politik. Dengan secara
picik mengecualikan suatu bangsa yang besar, bangsa agung dan kuat dalam
arti kuantitet, kebudayaan, ciri-ciri suatu peradaban kuno, suatu
bangsa yang penuh dengan kekuatan dan daya ekonomi, dengan mengecualikan
bangsa itu kita lebih melemahkan Organisasi internasional ini, dan
dengan demikian, lebih menjauhkannya dari kebutuhan dan cita-cita kita.
Kita
bertekad untuk menjadikan Perserikatan Bangsa-Bangsa kuat dan universil
serta mampu untuk memenuhi fungsinya yang layak. Itulah sebabnya
mengapa kami senantiasa memberikan sokongan atas ikut sertanya Tiongkok
dalam lingkungan kita. Lagi pula, perlucutan senjata merupakan suatu
keperluan yang mendesak dalam dunia ini. Persoalan yang terpenting ini
dari semua masalah harus dirundingkan dan dipecahkan dalam rangka
Organisasi ini. Namun bagaimana dapat tercapai suatu perlucutan
realistis mengenai perlucutan senjata, bila Tiongkok yang merupakan
salah satu negara terkuat dalam dunia ini, tidak diturut sertakan dalam
musyawarah-musyawarah itu?
Diwakilinya Tiongkok dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengikut sertakan negara itu dalam
masalah dunia yang konstruktif dan dengan demikian akan betul-betul
memperkuat lembaga ini.
Di tahun sembilan belas enam puluh ini,
Majelis Umum kembali berkumpul dalam sidang tahunannya. Namum Majelis
Umum ini janganlah hanya dianggap sebagi suatu sidang rutin lainnya, dan
bila dianggap demikian, bila dianggap sebagai suatu sidang rutin, maka
kemungkinan besar Organisasi Internasional seluruhnya ini akan terancam
dengan kehancuran.
Camkanlah kata-kata saya, itulah permohonan
saya! Janganlah memperlakukan masalah-masalah yang akan Tuan-tuan
perbincangkan sebagai masalah rutin. Bila diperlakukan demikian,
Organisasi ini yang telah memberikan kita suatu harapan untuk masa
depan, suatu kemungkinan-baik akan adanya persesuaian internasional,
mungkin akan pecah. Ia mungkin akan lenyap perlahan-lahan dibawah
gelombang pertikaian, sebagimana dialami oleh organisasi yang
digantikannya. Bila hal ini terjadi, maka ummat manusia sebagai
keseluruhan akan menderita, dan suatu impian yang agung, suatu cita-cita
yang agung, akan hancur. Ingatlat bukanlah hanya kata-kata yang
Tuan-tuan hadapi. bukanlah pion-pion di atas papan catur yang Tuan-tuan
hadapi. Yang Tuan-tuan hadapi adalah manusia, impian-impian manusia,
cita-cita manusia dan hari-depan semua manusia.
Dengan segala
kesungguhan, saya katakan: kami bangsa bangsa yang baru merdeka
bermaksud berjuang untuk kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami
bermaksud memperjuangkan suksesnya dan menjadikannya efektif. Badan itu
dapat dijadikan efektif, dan akan dijadikan effektif, hanya bila
anggota-anggota seluruhnya mengakui tiada terelakkannya jalan sejarah.
Badan itu hanya dapat menjadi efektif, bila badan tersebut mengikuti
jalannya sejarah, dan tidak mencoba untuk membendung atau mengalihkan
ataupun menghambat jalannya itu.
Telah saya katakan, bahwa inilah
saat pembangunan bangsa-bangsa dan runtuhnya imperium-imperium. Itulah
kebenaran yang sesungguhnya. Berapa banyaknya bangsa-bangsa yang telah
memperoleh kemerdekaannya sejak terciptanya Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa? Berapa banyak bangsa-bangsa telah melemparkan rantai
penindasan yang membelenggunya? Berapa banyaknya imperium-imperium yang
dibangun atas penindasan manusia telah hancur lebur? Kami yang tadinya
tiada bersuara, tidak membisu lagi. Kami yang tadinya membisu di alam
kesengsaraan imperalisme tidak membisu lagi. Kami yang perjuangan
hidupnya tertutup di bawah selubung kolonialisme, tidak tersembunyikan
lagi.
Sejak hari bersejarah di tahun Sembilanbelas Empatpulut
Lima dunia telah berubah, dan dia telah berubah ke arah perbaikan. Dari
zaman pembangunan bangsa-bangsa ini telah muncul kemungkinan - ya,
keharusan - akan suatu dunia yang bebas dari ketakutan, bebas dari
kekurangan, bebas dari penindasan-penindasan nasional. Kini, saat ini
juga, di Majelis Umum ini, kita dapat mempersiapkan diri untuk
menempatkan diri kita di dunia masa depan itu, dunia yang telah kita
pikirkan dan impikan serta bayangkan.
Hal itu dapat kita lakukan,
tetapi hanya bila kita tidak memperlakukan sidang ini sebagai suatu
sidang rutin. Kita harus mengakui, bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa
menghadapai suatu penimbunan masalah-masalah, masing-masing mendesak,
masing-masing mengandung kemungkinan ancaman terhadap perdamaian dan
kemajuan secara damai.
Kita bertekad, bahwa nasib dunia, dunia
kita, tidak akan ditentukan tanpa kita. Nasib itu akan ditentukan dengan
keikut serta dan kerjasama kita. Keputusan-keputusan yang penting bagi
perdamaian dan masa depan dunia dapat ditentukan di sini dan sekarang
ini juga. Di sini berkumpul Kepala-Kepala Negara dan Kepala-Kepala
Pemerintah. Itulah rangka Organisasi kita. Saya sangat mengharapkan agar
soal-soal protokol yang kaku serta perasaan sakit hati yang picik, -
perasaaan-perasaan perorangan maupun nasional, - tidak akan menghalangi
dipergunakannya kesempatan itu sebaik-baiknya. Kesempatan seperti ini
tak akan sering ada. Hal itu harus dipergunakan sebaik-baiknya. Kita
pada saat ini mempunyai kesempatan unik untuk menggabungkan diplomasi
perseorangan dengan diplomasi umum. Marilah kita pergunakan kesempatan
itu. Kesempatan tak akan kembali lagi!
Saya menyadari
sedalam-dalamnya bahwa hadirnya demikian banyak Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan, memenuhi harapan berjuta-juta orang. Mereka itu dapat
mengambil keputusan-keputusan yang vital untuk menentukan wajah baru
bagi dunia kita ini dan dengan sendirinya juga wajah baru bagi
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Layaklah pada saat ini untuk
mempertimbangkan kedudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam hubungan
dengan zaman pembangunan dan bangkitnya bangsa-bangsa hari ini.
Ini
saya kemukakan: bagi suatu bangsa yang baru lahir atau suatu bangsa
yang baru lahir kembali milik yang paling berharga adalah kemerdekaan
dan kedaulatan.
Mungkin - saya tidak tahu, tapi mungkin - bahwa
rasa untuk memegang teguh permata kedaulatan dan kemerdekaan yang
berharga ini, hanya terdapat di lingkungan bangsa-bangsa yang baru
bangkit kembali. Mungkin setelah berlalunya beberapa generasi perasaan
kebanggaan dan tercapainya cita-cita itu menjadi pudar. Mungkin
demikian, tetapi saya rasa tidak.
Bahkan sekarang ini, duaratus
tahun kemudian, adalah seorang Amerika yang tidak tergetar jiwanya
mendengarkan kata-kata Declaration of Independence? Adalah seorang
Italia yang kini tidak menyambut panggilan Mazzini? Adalah seorang warga
Amerika Latin yang tidak lagi mendengar gemahnya suara San Martin?
Benar,
adakah seorang warga dunia yang tidak menyambut panggilan dan
suara-suara itu? Kita semua tergetar, kita semua menyambut, karena
suara-suara itu adalah universil, baik mengengenai waktu maupun
tempatnya. Suara-suara itu adalah suara umat manusia yang menderita,
suara masa depan, dan kita masih mendengarnya sepanjang zaman.
Tidak,
saya yakin, seyakin-yakinnya bahwa di dalam kedaulatan dan kemerdekaan
nasional ada sesuatu yang kekal, sesuatu yang sekeras dan secerlang
permata, dan jauh lebih berharga.
Banyak bangsa-bangsa di dunia
ini telah lama memiliki permata ini. Mereka telah biasa memilikinya,
tetapi saya yakin, bahwa mereka masih tetap menganggapnya yang paling
dicintai di antara milik-miliknya, dan mereka akan lebih baik mati
daripada melepaskannya.
Bukankah begitu? Apakah bangsa saudara
sendiri akan pernah bersedia melepaskan kemerdekaannya? Setiap bangsa
yang patut dinamakan bangsa akan memilih mati! Setiap pemimpinya yang
patut disebut pemimpin dari bangsa manapun, juga akan memilih mati!
Betapa lebih berharga hal itu bagi kami, yang pernah suatu waktu
memiliki permata kemerdekaan dan kedaulatan nasional itu, dan kemudian
merasakan dirampasnya dari tangan kami oleh bandit-bandit yang
bersenjata lengkap, dan yang kini telah kami rebut kembali! Perserikatan
Bangsa-bangsa ini adalah suatu organisasi dari Negara-Negara Bangsa
yang masing-masing menggenggam permata itu kuat-kuat sebagai sesuatu
yang berharga. Kita semuanya telah berhimpun dengan sukarela, sebagai
saudara dan sederajat dalam Organisasi ini. Sebagai suadara dan
sederajat, karena kita semua memiliki kedaulatan yang sederajat dan kita
semua menganggap kedaulatan yang sederajat itu sama-sama berharga.
Ini
adalah suatu badan International. Badan ini belumlah super-nasional
ataupun supra-nasional. Badan ini merupakan suatu organisasi
Negara-Negara Bangsa, dan hanya dapat bekerja sepanjang Negara-Negara
Bangsa menghendakinya.
Apakah kita semuanya dengan suara bulat
telah menyetujui untuk menyerahkan suatu bagian dari kedaulatan kita
kepada badan ini? Tidak, tidak pernah. Kita telah menerima baik Piagam
dan Piagam itu telah ditandatangani oleh Negara-Negara Bangsa yang
berdaulat penuh dan sederajat penuh.
Ada kemungkinan, bahwa badan
ini harus mempertimbangkan, apakah anggota-anggotanya harus menyerahkan
sesuatu bagian dari kedaulatan mereka kepada badan internasional ini.
Tetapi jika keputusan yang semacam itu diambil, keputusan itu harus
diambil secara bebas, dan dengan suara bulat, dan sederajat. Harus
diputuskan sederajat oleh semua bangsa, yang kuno dan yang baru, bangsa
yang baru muncul dan yang sudah lama maju dan yang belum maju.
Hal
ini bukannya sesuatu yang dapat dipaksakan pada bangsa manapun juga.
Selanjutnya, dasar satu-satunya yang mungkin bagi badan semacam itu
ialah persamaan yang sejati. Kedaulatan dari bangsa yang paling baru
atau bangsa yang paling kecil sama berharganya, sama tidak dapat
dilanggarnya, seperti kedaulatan bangsa yang paling besar atau bangsa
yang paling tua. Dan selain daripada itu, sesuatu pelanggaran terhadap
kedaulatan sesuatu bangsa merupakan suatu ancaman potensiil terhadap
kedulatan semua bangsa.
Dalam gambaran dunia inilah, kita harus
melihat dunia sekarang ini. Dunia kita yang satu ini terdiri dari
Negara-Negara Bangsa, masing-masing sama berdaulat dan masing-masing
berketetapan hati menjaga kedaulatan itu, dan masing-masing berhak untuk
menjaga kedaulatan itu. Dan sekali lagi saya katakan - dan saya ulang
ini karena merupakan dasar dari pengertian terhadap dunia dewasa ini -
kita hidup dalam zaman pembangunan bangsa.
Kenyataan ini jauh
lebih penting daripada adanya senjata-senjata nuklir, lebih eksplosif
daripada bom-bom hidrogin, dan mempunyai harga potensil yang lebih besar
untuk dunia daripada pemecahan atom.
Keseimbangan dunia telah
berubah sejak hari itu dalam bulan Juni, limabelas tahun yang lalu,
ketika Piagam ditandatangani di kota San Franciscco di Amerika, pada
saat manusia sedang bangkit kembali dari neraka peperangan.
Nasib
umat manusia tidak dapat lagi ditentukan oleh beberapa bangsa besar dan
kuat. Juga kami, bangsa-bangsa yang lebih muda, bangsa yang sedang
bertunas, bangsa-bangsa yang lebil kecil, kamipun berhak bersuara dan
suara itu pasti akan berkumandang disepanjang zaman.
Yah, kami
insaf akan pertangungan jawab kami terhadap masa depan semua bangsa, dan
kami dengan gembira menerima pertanggung-jawab itu. Bangsa saya
berjanji pada diri sendiri untul bekerja mencapai suatu dunia yang lebih
baik, suatu dunia yang bebas dari sengketa dan ketegangan, suatu dunia
di mana anak-anak dapat tumbuh dengan bangga dan bebas, suatu dunia di
mana keadilan dan kesejahteraan berlaku untuk semua orang. Adakah
sesuatu bangsa akan menolak janji semacam itu?
Beberapa bulan
yang lalu, sesaat sebelum pemimpin-pemimpin Negara-NegaraBesar bertemu
sesingkat itu di Paris, tuan Khrushchov menjadi tamu kami di Indonesia.
Saya jelaskan padanya sejelas-jelasnya, bahwa kami menyambut baik
Konferensi Tingkat Tertinggi, yang kami harapkan berhasil, tetapi bahwa
kami skeptis.
Empat Negara Besar itu saja, tidak dapat menentukan
masalah perang dan damai. Lebih tepat, barangkali, mereka mempunyai
kekuatan untuk merusak perdamaian, tetapi mereka tidak mempunyai hak
moril, baik secara sendirian maupun bersama-sama, untuk mencoba
menentukan hari depan dunia.
Selama lima belas tahun ini Barat
telah mengenal perdamaian, atau sekurang-kurangnnya ketiadaan perang.
Tentu saja, ada ketegangan-ketegangan. Memang, ada bahaya. Tetapi tetap
merupakan kenyataan, bahwa di tengah-tengah suatu revolusi yang meliputi
tiga perempat dari dunia, Barat tetap dalam keadaan damai. Kedua blok
besar, sebetulnya, telah berhasil mempraktekkan koesistensi selama
bertahun-tahun itu, sehingga dengan demikian membantah mereka yang
menyangkal kemungkinan adanya koesistensi.
Kami di Asia tidak
pernah mengenal keadaan damai! Setelah perdamaian datang untuk Eropa,
kami merasai akibat bom-bom atom. Kami merasai revolusi nasional kami
sendiri di Indonesia. Kami merasai penyiksaan Vietnam. Kami menderita
penganiayaan Korea. Kami masih senantiasa menderita kepedihan Aljazair.
Apa sekarang ini seharusnya giliran Saudara-saudara kita di Afrika?
Apakah mereka harus disiksa, sedang luka-luka kami masih belum sembuh?
Toh
masih saja Barat dalam keadaan damai. Herankah Tuan-tuan bahwa kami
sekarang menuntut, ya, menuntut batalnya siksaan terhadap kami? Herankah
Tuan-tuan, bahwa kini suara saya diperdengarkan sebagai protes?
Kami,
yang dulu tidak bersuara, mempunyai tuntutan-tuntutan dan
kebutuhan-kebutuhan; kami berhak untuk didengar. Kami bukannya barang
perdagangan, tetapi adalah bangsa-bangsa yang hidup dan yang perkasa,
yang mempunyai peranan didunia ini, dan yang harus memberikan
sumbangannya.
Saya pergunakan kata-kata yang keras, dan saya
pergunakan kata-kata itu dengan sengaja, karena saya punya pendirian
yang tegas mengenai soal itu. Dengan sengaja saya pergunakan kata-kata
keras, karena saya bicara untuk bangsa saya dan karena saya bicara di
muka pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa.
Selain dari pada itu, saya
tahu bahwa Saudara-saudara saya di Asia dan Afrika mempunyai pendirian
yang sama tegasnya, walaupun saya tidak berani berbicara atas nama
mereka.
--penasoekarno.wordpress.com
--penasoekarno.wordpress.com
0 komentar :
Posting Komentar
Haturnuhun ka nu parantos nyumpingan blog sim kuring. Atuh anu bade masihan komentaran, sumangga wae kintunken. Mung emut, ulah anu jorang, kasar, atawa anu matak pipaseaeun kolot nya..?.